Teringat saat tiga tahun lalu, aku menerima email berantai dari seorang teman tentang Abdurrahman Faiz yang saat itu dia baru berumur 8 tahun dan meraih Juara I Lomba Menulis Surat untuk Presiden. Isi email mengulas tentang dirinya dan karyanya yang ternyata membuat mataku berkaca-kaca hingga menitik air mata kagum dan haru. Sejak itu aku menjadi pengagum beratnya. Di saat luang, aku memburu ulasan-ulasan mengenai profil anak ini melalui internet atau media apapun jenisnya.
Tapi sayangnya, aku baru bisa menikmati tulisan-tulisan Faiz seutuhnya setahun kemudian saat aku mendapatkan buku-bukunya Untuk Bunda dan Dunia dan Guru Matahari.
Segala macam perasaan, tercampur aduk tak terkontrol saat membaca karyanya yang penuh makna dan berjiwa. Kagum, terharu biru, trenyuh aku dibuatnya menikmati rangkaian kata-kata sederhana yung dia tuliskan mengenai hal-hal ringan tentang kesehariannya yang lepas dari mata biasa kita. Bagiku, kata-kata sederhananya ini menjadi berjiwa dan sarat makna karena dia menulisnya dengan perasaan tulus ikhlas, seperti layaknya jiwa seorang anak kecil. Bagiku, Faiz adalah anak yang istimewa. Tapi dia tetaplah anak kecil yang masih ingin bermain, berteman dengan sesamanya dan tidak ingin meninggalkan masa indahnya seperti anak-anak lainnya. Dia begitu mencintai bundanya, ayahnya. Juga, dia peduli atas orang-orang dan keadaan disekitarnya yang dia gagaskan di tulisan-tulisannya.
Saat dia berumur 3 tahun begitu puitisnya dia berceloteh, " Bunda aku mencintai Bunda seperti aku mencintai surga". Mata hatinya begitu tajam dan dengan bakat menulisnya yang dturunkan dari sang Bunda, Helvy Tiana Rosa, menjadikan tulisan Faiz bernyawa dan penuh arti. Membaca buku-buku karyanya adalah pelepas dahagaku di saat aku haus akan kebenaran religi sejati tentang hidup di dunia yang sementara ini, pelepas rindu baktiku kepada kedua orangtuaku yang tak bisa hadir selalu disampingku. Karyanya mengingatkan kita bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali ke-MahaKuasaanNya.
Hingga kala ini, saat mengisi waktu luangku dengan mengunjungi situs pribadi Jalan Sunyi seorang Abhi, aku begitu bahagia tak terkira. Tanpa kusangka dan tak kurencanakan, aku terantar ke Taman Virtual Faiz: Aku di jalan kupu-kupu. Begitu indahnya. Terlebih lagi, aku juga diantar ke Situs Pena Kecil Bunda Faiz. Aku yakin, kunjunganku ke situs-situs ini akan membuat waktu luang menjadi penuh makna.
Catatan pengingatku:
Dua buku karya Faiz yang belum hadir di koleksiku